Yathiie Heryatii
Jumat, 06 Maret 2015
Jumat, 24 Oktober 2014
Perempuan Sedarah
Hai perempuan-perempuan sedarah
Yang terus bercerita dengan penanya
Melakonkan berbagai jenis topeng
Meski ku lihat jelas wajah sebenarnya
Hai
perempuan-perempuan sedarah
Ada rasa yang tak ternilai untukmu
Rasa yang takkan pernah pudar terhapus jaman
Meski nantinya kita harus terpisah
Kalianlah perempuan
kedua yang mampu membuat jiwaku takut
Takut akan dongeng masa depan tentang kesendirianku kelak
Tak banyak pintaku hai perempuan sedarah
Tetaplah disampingku sampai kau benar-benar lelah!
-Perempuan Sedarah-
Yathie
23 oktober 2014
Setia (Kopi)
Hitam bersama pekatnya malam
Berbuih bagai ombak pantai selatan
Hangat bak mentari pagi
Setia tanpa perlu berjanji
Adalah kopi
Setia menemani kala riang, duka, bahkan serius
Aroma khas memberi sentuhan lembut
Untuk cepat bergumul dengannya
Ketertarikanku padamu tak sekadar suka
Bahkan ku adalah penikmat tanpa lelah
Kopi hitam teman setia tanpa intrik
-SETIA (KOPI)-
Yathie
23 Oktober 2014
Tanya
Hai jiwa yang masih terpenjara dalam kesakitan
Masihkah kau tak berpikir untuk beranjak?
Hatimu yang terlalu baik untuk menerima bualan-bualan
Menerima segala janji-janji indah palsu pangeran tak berkuda
Masihkah kau tak berpikir untuk beranjak?
Keakuan akan terus membawamu pada luka yang teramat
Hingga terjerat nyanyian luka yang sama
Masihkah kau tak berpikir untuk beranjak?
-TANYA-
Yathie
23 Oktober 2014
-
Abadi
Selaksa rasa
rindu mencabik rongga jiwaku
Tatkala
angin berhembus menggoda dengan syahdu
Mencoba
kembali mengingatkan kisah klasik
Yang membelai
lembut di setiap malamku
Ku tak ingin
terus terbayang oleh sketsa masa lalu
Yang terus
terpampang jelas dalam album hidup
Hingga
mengantarkanku pada hujan tanpa awan
Di tengah
malam gelap
Mungkin
takkan berderai bahkan setitik
Tapi
membekas pada relung-relung hati
Ku coba
melarikan diri
Bahkan
mencoba untuk amnesia sesaat
Ajaibnya,
rindu itu masih saja bak bayangan yang terus mengikuti
Ternyata ku
bodoh bila ingin menepis rindu itu
Rindu akan
sosok hebat
Sosok yang
memberi bahunya kala ku lelah
Rela
kulitnya terbakar legam demi sesuap nasi
Nafasnya
yang kadang tersengal oleh beban
Dan
terhempas oleh cemoohan sang benar
Ayah,
Berjuta
rindu untukmu yang kini terbaring dalam tidur abadi
Kerinduan
yang tak mungkin menghilang hingga kita dipertemukan, lagi!
-ABADI-
Yathie
23 Oktober
2014
-JKW-
Hay Presidenku,
Ku tatap engkau dalam layar dimensi
Penuh gaya klasik dengan panggilan khasmu
Jokowi yah Jokowi!
Presidenku yang bersahaja dengan blusukannya
Bermata sayu berparas tirus
Negaraku, Indonesia!
Kini menjadi anakmu yang penuh karakter
Menjinakkan mereka bukanlah hal mudah bahkan sulit
Mereka yang kadang hanya sekadar seorang kritikus handal
Berdalih demi sebuah revolusi kematianmu
Jokowi,
Presidenku yang masih seumur jagung menjadi seorang Bapak
Memperhitungkan nasib berjuta pasang mata
Ku harap mimpi anakmu ini mampu engkau wujudkan
Menjadikan tanah yang kuinjak menjadi emas
Menjadikan lautku menjadi butiran berlian yang hak paten
Dan menjadikan alamku tak sekadar lukisan kanvas murahan
-JKW-
Yathie
22 Oktober 2014
Matahari
Terhenyakku
dalam lamunan tentang arti sebuah kebersamaan
Masih ku
dapati wajah-wajah tulus menari dalam klise retinaku
Yang enggan
beranjak dan menghilang
Kala itu
kita tak sepaham karena ego masing-masing
Hingga
berujung pada air mata penyesalan
Air mata
yang mengawali eratnya ikatan batin kita
Mengawali
pemikiran-pemikiran sang pujangga hidup
Untuk saling
menguatkan kala terjatuh
Kita pernah
mendapat ‘hadiah dari seorang bulan
Tapi
ternyata kita adalah matahari yang mampu meredupkan cahaya bulan
Mampu
berkoar dan tertawa diatas cahaya sendiri
Hahahahaha..
Adalah selaksa
rasa takut yang merasuki jiwaku
Ketika kita
harus saling menjauh dan pergi
Tak lagi
seirama bahkan terhapuskan dari memory masing-masing
Hingga
menemui kodrat hidup tersendiri
Tapi kuyakin
bias cahaya matahari akan terus ada
Meski akan
ada kamuflase matahari lain
yang
menjanjikan bias-bias keabadian.
-Matahari-
Yathie
22 Oktober
2014
Langganan:
Postingan (Atom)